Seperti sudah menjadi tradisi di
Madrasah Al-Hikamus Salafiyah (MHS) jika ulangan datang banyak santri yang
malas tiba-tiba rajin. Tradisi buruk ini memang agak mengakar bagi mereka yang
dicap sebagai santri siluman ini. Meskipun ta’jiran besar sudah menunggu,
mereka rata-rata nggak kapok tuh, adakalnya juga mereka juga ditegur dikelas ataupun diusir
oleh ustadz ataupun kyainya. Tapi dari sekian banyak cerita, mungkin kisah Abah
Nur Hadi memang patut kita telisik dan kita kenang.
KH. Nur Hadi Toyyib, selain dikenal masyarakat
Indonesia sebagai salah satu Ulama dan juga sebagai juri Qiro nasional, beliau
juga terkenal sebagai Kyai nyentrik dengan segudang tingkah laku lucunya.
Sebagai salah satu pengajar aktif di Madrasah Al-Hikamus Salafiyah tentunya
pengabdian beliau dimadrasah ini sangatlah besar dengan meninggalkan sejuta
kenangan bagi para anak didiknya. Dan salah satunya ketika ulangan catur wulan
tiba...
Pagi itu, suara didalam kelas
sangat riuh dengan berbagai macam topik yang dibahas, mulai dari kesalahan
mengisi ulangan Nahwu kemarin atau kekhawatiran ulangan lisan kitab Al- Fiyyah.
Namun, keriuhan tadi tiba-tiba terhenti ketika para santri melihat abah Toyib
datang
“Eh..Abah Toyib teka,
abahe teka cuy..!!” teriak segerombolan santri yang sedari tadi duduk santai
didepan pintu tiba-tiba saja lari
kedalam kelas.
(Baca Juga: Sepasang Sandal Yang Bikin Abah Ketawa)
(Baca Juga: Sepasang Sandal Yang Bikin Abah Ketawa)
“Assalamu’laikum.....!!!” setelah
membaca doa bersama, abah memulai ulangan hari itu diawali dengan membaca salam
kemudian membaca surat Al-Fatihah.
Suasana kelas yang riuh kini
menjadi sangat sunyi, semua santri tegang menunggu reaksi apa yang dilakukan
abah kedepan, Abah membuka amplop ulangan kemudian menyuruh salah santri tuk
membagi- bagikannya kepada siswa lain. Ternyata kertas soal ulangan itu kosong
mlompong! seluruh siswa tambah tegang dan bingung.
“woy, kertase kita kosong sih..
Ira ana soale bli ?? bisik teman yang ada disamping kanan saya
“ Kita gah pada bae kosong
cuy...” Jawab saya
“ Soale wis pada olih kabeh
durung?” tanya abah pada kami
“ Sampun bah” jawab kami
kompak
“Wis siap, soal nomer siji, apa
yang dimaksud dengan tajwid?” Tiba –tiba saja abah memulai ulangan dengan
cara dikte, jelas kami gelagepan menerimanya, tapi Alhamdulillah
lama-kelamaan kami sudah terbiasa dengan metode ulangan seperti ini. Setelah
semua soal terisi, abah mencocokkan jawabannya dengan kami. Dan disinilah
tragedi eksekusi terjadi, sebut saja
Ahmad, ia dipanggil abah menghadap
kedepan sambil membawa kertas ulangannya.
“Ahmad, ta’al..! gawa kertas
ulangane sira” Panggil abah, suasana kelas kembali menegang
“Niki bah...” Ahmad menyerahkan
kertasnya
“KREPEEEK....KREEEKK...! BRUUK ...!” tiba-tiba saja abah meremas kertas ulangan milik Ahmad
kemudian membantingnya dilantai. Semua santri bengong tak terkecuali saya
“Dasar bocah ora ilok mangkat
sekolah, pengene mangkat ulangan bae jokot kuh kertase!"Seketika kami
tertawa dengan apa yang dilakukan abah tadi, kami baru sadar bahwa kejadian
tadi dilakukan bagi siswa yang jarang
berangkat pelajaran beliau. Suasana kelas mencair, abah kemudian keluar. Kami
tak habis pikir apa yang dilakukan abah tadi memang menyakitkan, tapi dari kejadian tadi kita bisa mengambil
hikmahnya, apapun yang dinamakan kemalasan memang membawa petaka. So, aja ilok
males ya (Penulis: Ikfini Vidi)
(Dasar Bocah ora Ilok Mangkat, Keluh Abah)
0 Comments