Jumat pagi Mang Beng berjalan
dengan hampa dari Babakan menuju rel kereta api Arjawinangun, pedih yang dia
tanggung saat itu membuat dia buta segalanya. Bunuh diri adalah satu-satunya
jalan untuk mengilangkan perasaan berat yang menghantui jiwanya kala itu.
Qadarallah, mang Beng sempat
sholat Jumat di masjid alun-alun Arjawinangun dan khotib menjelaskan tentang
berharganya hidup dan rasa syukur. Niat untuk mengakhiri hidup urung mang Beng
lakukan.
Zubairi Aziz adalah sosok yang
unik dia satu-satunya santri yang paling nyeleneh yang saya kenal. Dia orangnya
multitalen, multifungsi, multiguna dan juga memiliki otak yang brilian! Jujur saya
salah satu orang yang paling kagum dengan dirinya.
Loh bagaimana tidak dia
satu-satunya orang yang kalau sowan ke pengasuh memakai setelan awud-awudan,
kaos bolong celana sedengkul, make helm proyek sambil bawa alat tukang. Sangat natural
karena keseharian dia tidak jauh dari masalah pembangunan infrastruktur
pesantren.
Beliau juga banyak dekat dengan
pengasuh pondok pesantren Babakan, bukan hanya Assalafie saja. Dia terkenal bukan karena lihai dibidang ilmu
nahwu atau hafal jurus 1000 nadzom Al Fiyah Ibnu Malik, dia dikenal karena
dirinya yang unik, khas dan istimewa.
Namun, dibalik keistimewaan yang
dia miliki ada satu titik dimana dia mengalami fase hidup yang sangat berat dan
membuat dirinya mengalami depresi dan berkali-kali mencoba untuk mengakhiri
hidupnya. Fase ini menurut saya adalah hal paling berat karena Mang Beng
berubah tidak seperti orang yang kami kenal dulu.
Karena depresinya juga pernikahan
Mang Beng dan Oom digagalkan, semula direncanakan akan dilaksanakan sesudah
acara Rojabiyah dan Khotmil Quran akhirnya diundur sampai tidak diketahui,
padahal waktu itu persiapan sudah matang namun apa daya Mang Beng menjadi orang
yang tidak mau mengenal dan terbuka pada siapapun, termasuk abah Yasyief dan
ibu Ana sendiri.
Mang Beng yang dulu sangat ceria
mengurung diri, berhenti berkomunikasi dengan siapapun. Termasuk saya dan
Faisal selaku teman baiknya, kami berdua waktu itu sangat sulit memahami
kondisinya yang sudah depresi parah.
“Ibu lan abah nitip Ik, priben
bae carane Mang Beng waras, nyacak digawe BPJS digawa meng Psikiater, lan
diajak ngobrol atau metu kon mepe atau jajan tah apa. Terus baka ana apa-apa
ngomong bae ning abah atau ibu ya”.
“Terus abah nitip nyacak priben
bae carane supaya mang Beng gelem nikah, melas keluarga wong wadone nunggu
kabar”
“Lamon sampe bulan Mulud langka
kabar atawa Zubere durung waras, ibu pen ngomong ning keluargae Oom tunangane
dibatalna bae”. Saat itu saya dipanggil abah Yasyief dan Ibu Ana secara khusus
untuk mencari cara agar Mang Beng bisa sembuh dari depresinya dan kembali
melanjutkan kehidupannya. Terutama rencana menikah yang ditunda sampai mang
Beng sembuh.
Yang pertama saya lakukan adalah
mengatur strategi bersama almarhumah, yakni memberikan beberapa suplemen,
vitamin dan obat agar mengobati rasa cemas yang mang Beng derita. Diminggu
berikutnya adalah Oom menitipkan kado berupa buku dan satu kado yang tidak
boleh dibuka (belakang kado yang
dimaksud adalah bantal tidur custom tertempel foto almarhumah agar mang
Beng bisa tidur teratur) karena mungkin malu untuk diketahui saya.
Berminggu-minggu berlalu usaha
untuk membuat mang Beng terbuka dan berbicara pada orang lain akhirnya
berhasil, selain memang mang Beng
didorong langsung oleh abah dan ibu agar rutin ke Psikiater. Alhamdulillah
akhrinya mang Beng bisa sembuh setelah lebih dari setengah tahun depresi, tentu
bergegas untuk melanjutkan rencana pernikahan yang tertunda itu.
Hari bahagia itu tiba, Zubairi
Aziz akhirnya mempersunting Oom Khomisah kami semua menikmati hari
pernikahannya dengan suka cita tentu dengan ciri khas ide gilanya mang Beng yang
ga pernah habis, dia memang ‘gila’ dan sempat gila beneran hahaha…
Kelahiran Najma Nur Salimah adalah anugerah bagi pasangan yang belum
genap menikah setahun itu, cantiknya Najma serupa ibunya, lalu nama panggilan “Bintang”
mang Beng sematkan pada anaknya sebagai sinar cahaya abadi dalam tatanan tata
surya dan tatanan keluarga mereka. Namun Bintang hanya menikmati cahaya
kehangatan sang ibunya selama dua minggu.
“Innalillahi wa innailaihi roji’un…..”
Derai air mata membasahi hari
itu, saya datang langung memeluk Mang Beng menangis bersama penderitaan yang
dialami sangat perih, cobaan yang dia jalani sangat berat dia tanggung sendirian.
“Ya Allah….”
Setelah semuanya reda Mang Beng
bersenandung, senandung ini juga yang membuat dirinya bangkit dari fase
depresinya kala itu:
Satu satu daun berguguran
Jatuh ke bumi dimakan usia
Tak terdengar tangis tak terdengar
tawa
Redalah reda
Satu satu tunas muda bersemi
Mengisi hidup gantikan yang tua
Tak terdengar tangis tak
terdengar tawa
Redalah reda
Waktu terus bergulir semuanya
mesti terjadi
Daun daun berguguran
Tunas tunas muda bersemi
Satu satu daun jatuh kebumi
Satu satu tunas muda bersemi
Tak guna menangis tak guna
tertawa
Redalah reda
Waktu terus bergulir
Kita akan pergi dan ditinggal
pergi
Redalah tangis redalah tawa
Tunas tunas muda bersemi
Waktu terus bergulir semuanya
mesti terjadi
Daun daun berguguran
Tunas tunas muda bersemi (Iwan
Fals, Satu-satunya)
Benar kata Gusdur: “Kematian
adalah tahap dimana manusia kembali, bukan pergi”. (Ikfini Vidi)
6 Comments
Konon, pelangi akan hadir setalah badai hujan yang tiada henti. Cukup lah cukup derita, berbahagialah. Semoga. 🤲🏻🌹
ReplyDeleteGapai satu warna dalam pelangi, simpanlah ia dalam saku mu
DeleteAku tidak berada di posisi beliau, aku tidak tau sakit yang sesakit apa beliau jalani sekarang.. Cerita ini yang hanya di baca saja bisa ikut andil merasakan sakit nya:( tapiiii orang hebat, kuat itu "mang beng" semoga setelah ini akan banyak bahagia yang datang we love u mang beng, bintang🤍 syurga yang indah tempat alm sekarang, doa akan selalu mengalir 🕊Al-fatihah
ReplyDeleteAamiin... makasih doa dan motivasinya ya
DeleteSemua yang tulus akan berakhir indah, percayalah Allah punya rencana yang jauh lebih baik, Keep Spirit Mang Beng💪
ReplyDeleteMakasih kang Ume
Delete