Oleh: Finzie
Kejadian ini terjadi
pada hari sabtu
12 april 2014
“KRIING!"Suara nyaring tanda bel ngaji pagi berbunyi, seperti biasanya para santri
tingkat Tsanawiyah atau mungkin beberapa santri Aliyah dan senior berkumpul
dimushola demi mengikuti pengajian kitab tafsir Jalalain, Al-fiyyah dan Fathul
mu’in.
(Ilustrasi Sepasang Sendal)
Pagi
itu juga aku sudah bersiap-siap seperti santri yang lain, dengan gagahnya aku
menenteng kitab-kitab tersebut dan menaruhnya di tempat istiqomahku mengaji, tepatnya di jeramba
mushola depan kantor SLTP atau jalan antara mushola ke komplek dua.
Waktu
menunjukan pukul 06: 15, abah tak kunjung datang. Demi mengisi waktu kosong itu
ada beberapa santri yang menderes pengajian kemarin, ada juga yang mentiqror
hafalan Al-fiyyahnya dan ada juga yang tidur-tiduran namun pada akhirnya mereka
ketiduran.
“Sssst!"Salah satu santri di mushola berdesis tanda abah datang
“Bismillahirahmanirahim......”
sebelum kami memulai pengajian itu kami biasa mengucapkan basmalah kemudian
dilanjutkan membaca doa sebelum belajar bersama-sama
“Alfatihah......”
abah duduk dan kemudian membaca ummul qur’an
Kitab
pertama yang dingaji beliau adalah karya imam Malik Al-Andalusi yakni Alfiyyah, setelah mengaji 3
nadzom, abah melanjutkan dengan kitab tafsir karya Jalaludin As sayuti itu. Dan
disinilah tragedi itu bermula...
Posisi
mushola dengan pondok putri Assalafiat memang sangatlah berdekatan, kira-kira 3
meter dari teras mushola sebelah utara, tapi karena tertutup oleh tembok maka
jangan kira santri putra bisa melihat cantiknya santri putri Assalafiat yang
memang terkenal itu (awas santri putri ga boleh ke ge-er an loh ). Baru
beberapa potong surat dibaca, tiba-tiba saja terjadi keributan di kamar dapur
atau sekarang disebut ruang steril di pondok Assalafiat. Tentu saja suara
santri putri itu menggangu pengajian abah dan abah mengentikan pengajiannya dan
berkata
“Heh... Ana sendal
beli? Iku gedogen kuh kon aja ribut bae” karena posisiku yang dekat dengan
ruangan itu, dan pada saat itu pula abah melihat padaku maka aku
langsung tancap dan mengambil sandal yang kebetulan juga tergeletak disampingku tanpa memakainya,
karena aku pikir aku disuruh menggedor pintu kamar itu pake sendal.
“DOK, DOK , DOK.! Mba jare abah aja
ribut bae” aku menggendor pintu ruangan itu kemudian kembali tapi...
Seketika itu abah langsung memperingatkanku pake
microphone sambil tertawa
“Hey cung, sandale ira kuh dinggo,
dudu digawa....” seketika itu aku tersadar dengan aksi bodoh ku dan langsung
memakai sandal itu dan kembali ketempat ku mengaji. Semua santri dipengajian
itu tertawa terbahak-bahak melihat aksiku termasuk abah yang terus-terusan
tertawa. Kemudian abah bercerita tentang suatu kisah lucu ketika beliau masih mondok di Lirboyo.
“Ira sih cung gawe
inget cerita bengene kita lagi masih ning Lirboyo” kemudian abah melanjutkan
ceritanya. Suatu ketika sang pengasuh menyuruh santrinya
“Hey le (tole)
beluken cah-cah ya.. kon mene “
“Enggih Bah, Insya
Allah....” santri itu menjawab dan langsung melaksanakan perintah Kyainya.
Beberapa menit kemudian dia datang
“ Bah niki
becane... wis siap” santri itu datang kembali dihadapan Kyainya
“Masya Allah le,
kula manggil cah-cah dudu beca...”
“ Hah...?!”
Santri itu bengong
Maksudnya cerita
tadi adalah si pengasuh memanggil para santrinya tuk datang ke rumahnya dengan
menyebut istilah ‘cah-cah’ yang berarti ‘bocah-bocah’, sedangkan santri tadi
memahaminya dengan kata ‘ca-ca’ yang berarti ‘beca’. Ketika selesai
menceritakan kisahnya, abah masih saja tertawa diikuti semua santri yang hadir
dipengajian pagi itu, masih melalui microphone yang mungkin didengar semua santri dipondok ini, abah berbicara
padaku
“ Dadi Mukhotob kuh
sing cerdas, kien mah Mukhotobe kurang cerdas “ celetuk abah yang masih saja
terkekeh
“JLEEBB..!! Mampus deh disindir abah kaya
gitu” aku hanya tertunduk malu sambil terus tertawa didalam hati.
Pagi
itu abah mengaji tafsir tak sampai satu ayat karena beliau terus-terusan
tertawa melihat tingkahku. Dan pada saat pengajian usai, tingkahku jadi sebuah trending
topic ejekan teman-teman hingga saat ini, tapi dari semua kejadian diatas kita
bisa mengambil hikmahnya bahwa membuat orang lain tersenyum bahkan bahagia
melihat tingkah laku kebodohan kita bukanlah suatu aib yang terus diingat, tapi
ini adalah suatu prestasi ! toh, membuat abah tertawa terbahak-bahak adalah
prestasi bukan?
*Diambil Dari Kisah Nyata Penulis Sendiri
0 Comments