Suatu ketika, Simbah Kiai Arwani (kepada beliau, mari kita haturkan Al-Fatihah) pernah diundang untuk memimpin khataman al-Quran di daerah Selo Purwodadi. Kepada Kiai Arwani, panitia bertanya tentang kendaraan apa yang biasa beliau naiki dan beliau sukai.
Kiai Arwani menjawab: "Saya suka naik sepeda onthel." Menurut satu riwayat, beliau suka naik sepeda, karena dengan berkendara di atas sepeda, beliau bisa mendaras al-Quran dengan tartil, santai, nyaman dan mudah. Kemudahan mengendarai sepeda membuat beliau bisa konsentrasi dalam melafalkan ayat-ayat al-Quran.
Panitia acara khotmil quran segera menimpali jawaban Kiai Arwani, dengan berkata: "Baik Kiai , kalau begitu, kami tunggu saja di Selo sekitar jam 7 pagi."
Kiai yang terkenal tawadlu' dan disiplin itu pun menyetujui permohonan panitia. Pagi-pagi benar, sekitar jam 3 dini hari beliau berangkat dari Kudus ke Purwodadi dengan mengendarai sepeda onthel untuk memenuhi janjinya. Tepat pukul tujuh pagi, beliau telah sampai di lokasi acara dan memimpin khotmil quran hingga selesai tepat pada waktu isya'.
Setelah isya', Kiai Arwani langsung berpamitan pulang ke Kudus, karena setelah shubuh beliau telah dinanti para jama'ah kuliah subuhnya. Lagi-lagi, beliau pulang dengan mengendarai sepeda onthel dari Purwodadi ke Kudus.
Zaman dulu, dengan keterbatasan alat transportasi, para ulama masih bisa disiplin dan istiqamah. Selamban-lamban sepeda, mereka masih bisa memenuhi janji-janjinya. Sedekat-dekat jarak yang dikayuhnya, selalu penuh akan pelajaran, hikmah dan juga makna. Dalam setiap roda yang berputar, selalu ada tunas-tunas firman yang berpijar. Ia tumbuh kembang dan membesar, lalu jadi saksi yang berkata bahwa penanamnya adalah seorang yang tekun dan sabar.
Lantas, bagaimana dengan zaman sekarang? (Sumber: Meme Comic Aswaja)
0 Comments