Kilometer motor itu telah
menunjukan angka 95.000 lebih, sebentar lagi motor ini akan finish. Kenangan bersamanya
dimulai pada tahun 2017 ketika secara resmi motor itu masuk inventaris
perusahaan. Dengan adanya kendaraan saya sendiri ngga susah unjal-unjal peralatan syuting lagi sudah
ada motor. Teringat dulu tahun pertama masuk perusahaan kalau mau syuting acara
di pondok harus bolak-balik naik elf dari Plered- Babakan, belum lagi beban kamera
dan tripod bisa mencapai 10 kg plus jalan kaki dari Maqbaroh sampai kepondok.
“Vario ini bermanfaat pisan”
pujiku
“Mau sampai kapan bertahan sama
motor itu Kang?” Tanya dia
“Sampai kilometer start ke nol
lagi, atau lebih dari itu” Jawabku
“Tapi modal untuk mengurusi motor
sudah bisa beli motor second yang
sejenis” usulnya
“Benar”
Dua tahun belakang motor sudah kelewat
rewel sejak turun mesin pertama pada tahun 2020. Sudah 6 kali bolak-balik
bengkel baik yang resmi atau bengkel pinggir jalan, sudah kering kantong ini.
Tapi Alhamdulillah rezeki mengalir terus.
“Terus kenapa masih bertahan
lagi? Bukankah motor itu seperti sumber penderitaan buat Akang?” Tanya dia lagi
“Tidak sepenuhnya, karena motor
ini bersejarah dan sejarah itu mahal untuk dijual atau digantikan”
Sejarah saya memiliki motor itu
dimulai ketika perusahaan mau gulung tikar, dan ada beberapa inventaris yang
mau dijual, termasuk Vario itu. Namun saking sayangnya saya enggan rela melepas
motor itu dan malah ditawarkan untuk dibeli saja. Dan akhirnya saya belilah
Vario itu dengan skema nekad (nyicil dengan modal pas-pasan bahkan sempat macet
ditengah-tengah jalan, karena ya itu tadi motor rewel banyak jajan).
Sekarang pun, si Vario berulah
kembali. Padahal hari ini sudah diagendakan sebagai tasyakuran ulang tahun
istri yang pertama sejak kami menikah, motor ngambek dijalan, agenda pacaran
gagal. Pusing aku….
“Kenapa masih bertahan sih Kang?
Jual aja lalu duitnya buat beli motor baru yang sejenis!?” Tanya dia lagi dan
lagi
“Jawabanku sama, sampai kapanpun
motor ini tidak akan dijual. Karena nilai sejarahnya melebihi harga motornya”
Jawabku
“Sejarah apa? Kenangan atau
gimana?”
“Gini, Vario itu merupakan salah
satu inventaris Kiai saya. Saya mengharapkan dengan memakai motor itu
keberkahan beliau terus mengalir dalam hidup saya, dan saya sangat bahagia
memilikinya” Jawabku dengan terang
“Wah ternyata memang memilki
nilai sejarah yang tinggi ya”
“Benar, lagian ada ngga sih
santri yang beli motor Kiainya terus bayarnya nyicil. Malah telat lagi hehe”
Kelakarku
“Hahaha, dasar badeg sampean Kang”
Balasnya
(Penulis : Ikfini Vidi)
0 Comments