Aku pernah mendapatkan kesempatan ngaji khusus pada Kyai Asmawi face to face di ruangan pribadinya ba'da maghrib, ngaji kitab Fathul qorib. Baru berjalan sekitar dua minggu, aku berhenti mengaji, Kyai Asmawipun memanggilku dan bertanya padaku kenapa berhenti mengaji. Alasanku karena aku tidak bisa membaca kitab yang tidak ada harokatnya. Akhirnya Kyai Asmawi mengganti dengan kita Jurmiyah, jadwalnya sama ba'da maghrib. Baru dua minggu ngaji Jurmiyah aku mbolos lagi, dipanggil lagi lah aku menghadap Kyai Asmawi.
Kyai Asmawi bukan sosok Kyai yang mudah menyerah menghadapi santri mbeling sepertiku, disela-sela keterangan materi pengajian khusus itu, Kyai Asmawi berkisah bagaimana dulu ia mengaji pada guru-gurunya dan bercerita bagaimana dulu perjuangan gurunya menimba ilmu hingga menjadi sosok agung yang dimuliakan masyarakat. Katanya, perjuangan santri jaman dulu menimba ilmu sangat berat dan sulit, selain harus waspada dari serangan penjajah, juga harus menahan lapar dari kelangkaan pangan. Bahkan penerangan cahayapun masih minim, hanya mengandalkan lampu api berbahan bakar minyak tanah.
Kyai Asmawi adalah sosok yang sangat memuliakan guru-gurunya, beliau faham betul keistimewaan dan keistiqomahan guru-gurunya, seperti KH. Sanusi yang beliau ingat suka menolong dan dermawan kepada masyarakat, KH. Muchtar yang istiqomah puasa setiap hari kecuali dua hari raya dan hari tasrek, KH. Amrin hannan yang selalu menghindar dari nikmat dunia, bahkan beliau pernah bercerita bahwa Kyai Amrin hannan pernah makan nasinya ditaburi tanah lembut agar tidak terlena dengan lezatnya makanan itu.
Sebuah pemandangan di ruang tamunya mencuri perhatianku ketika aku melihat di dinding terpampang foto KH. Sanusi dan KH. Asmawi. Namun dua foto sosok agung itu tidak ditempatkan sejajar, terpisah dengan jarak yang condong. Tanpa bertanya pada Kyai Asmawipun aku sudah faham bagaimana maksudnya dan bukan tanpa alasan beliau meminta kedua foto itu ditempatkan demikian. Karena, Kyai Asmawi sangat mengagungkan guru-gurunya, hingga foto gurunyapun ia tempatkan lebih tinggi dari fotonya. Sekalipun gurunya sudah lama wafat dan saat ini Kyai Asmawi adalah Kyai yang paling disepuhkan di pesantren Babakan. Tetap saja, beliau menjaga ta'dzim dan andap asornya pada gurunya itu sekalipun hanya berupa foto.
Sungguh, adab dan akhlak Kyai Asmawi pada gurunya yang sudah mangkat masih terjaga, seolah gurunya tetap berada di sampingnya, di hadapannya, mendidik dan membimbingnya selalu, hingga beliau tak berani memajang fotonya sejajar dengan foto gurunya.
Semoga Guru-guru Kyai Asmawi, guru-guru kita yang sudah mendahului kita selalu tercurah rakhmat Allah. Semoga Kyai Asmawi, guru kita semua, selalu diberikan kesehatan dan umur panjang agar selalu sigap mendidik dan membimbing kita menuju tempat guru-gurunya ditempatkan oleh Allah di Jannah-Nya. Aamiin. (Sumber Status Fb: Agus Salim)
0 Comments