Sudahi Konten Ukhti Pemicu Hasrat Para Lelaki



Pernahkah anda  saat bermain media sosial menemukan video-video pendek wanita yang menampilkan lekak-lekuk tubuhnya yang gemulai, dengan iringan musik kekinian membuatnya menarik untuk dilihat meski durasi video tersebut sangat singkat dan kadang melihatnya kita tidak mendapatkan apapun kecuali menikmati tubuhnya saja. Pasti beberapa orang menjawab dengan kompak “iya!”.

Hal itu bukan ditemukan bukan pada satu platform media sosial saja, namun hampir keseluruhan konten-konten tersebut menyebar rata setiap harinya, baik Facebook, Instagram, Tiktok ataupun Shorts Youtube. Entah ini akibat permainan Ai algoritmanya atau memang saking banyaknya orang yang memproduksi konten tersebut, rasanya setiap hari kita dibuat penasaran olehnya, bahkan ketika sudah mengklik video tersebut kita larut tenggelam pada video-video berikutnya yang tampil tanpa henti.

Tanpa perlu dicari video macam seperti ini muncul tanpa diundang

Dalam sejarahnya dunia telah lama di dominasi oleh kaum laki-laki dalam segi apapun, sehingga kaum perempuan sering kali dinomorduakan bahkan seringkali dijadikan sebagai objek dan komoditas dalam setiap sejarah manusia. Hingga kini, meskipun zaman telah modern dan perempuan sudah setara dengan laki-laki namun tetap saja budaya patriarki masih terasa hingga kini.

Kembali dalam pembahasan awal, dimana kita selalu disuguhkan konten-konten video wanita tadi, penulis sering bertanya-tanya apakah hal tersebut sebuah kesengajaan yang tercipta dari algortima aktivitas video yang penulis lihat setiap hari atau memang diluar hal itu, penulis sendiri belum bisa memastikannya, yang jelas saya memang jarang melihat video pendek  yang berseliweran melalui fitur yang ada. Dengan banyaknya video-video yang berseliweran tersebut, ternyata perempuan malah sebagai objek dan komoditas dalam media sosial.

Konten-konten tersebut memang didesain untuk memancing rasa ingin tahu plus memberikan hasrat seksual bagi laki-laki untuk mengkliknya. Dengan menampilkan bentuk tubuh, menonjolkan bagian-bagian sensual, tulisan serta caption yang kurang pantas hingga goyangan yang erotis dihadirkan dengan pesan yang nyata ataupun tersembunyi. Bahkan dalam beberapa kasus  ditemukan juga video yang masuk dalam kategori pornoaksi. Terlepas dari muatan konten yang ada, justru ketika kita mengklik itu kita sudah terjebak dalam rantai video pendek yang tidak akan pernah terputus.

Menurut Ekki Khaerunia dalam tulisannya dengan judul Penggunaan Media Sosial sebagai Sarana Objektifikasi Perempuan  mengatakan bahwa: Objektifikasi perempuan merupakan suatu kondisi dimana bagian tubuh perempuan dijadikan sebuah 'objek' yang dapat dinikmati melalui pandangan maupun sentuhan.  Terlebihn  bagi perempuan dengan sengaja menjajakan diri dengan konten yang penulis sebut diatas malah menjadi bahan kebutuhan fantasi seks kaum laki-laki sehingga para lelaki bebas menikmatinya.

Kadang juga malah lebih terbuka untuk dilihat semua orang

Objektifikasi perempuan berbahaya bagi masa depan mereka, karena hal tersebut akan membuat setiap perempuan dipandang sebagai pemuas seks kaum pria belaka, karena konten yang disajikan dalam media sosial begitu saja. Dilain sisi, perempuan juga tidak mau kalah dalam lingkungan mereka sendiri, kaum wanita juga ingin menampakan bagian tubuh yang ada pada diri mereka dimedia sosal semisal memamerkan body goals, glowing, make up atau apapun yang berkaitan dengan diri mereka terutama dalam penampilan fisik dan yang masih banyak yang lainnya. Namun dalam dunia yang masih kental dengan dominasi laki-laki maka tindakan memamerkan hal tersebut justru malah menjadi konsumi publik yang bisa dinikmati kapapnpun dan dimanapun oleh kaum laki-laki atau perempuan.

Karena ekosistem media sosial yang keliru tersebut menjadikan kaum wanita rentan terhadap kekerasan seksual baik secara online ataupun dalam dunia nyata. Bukan hanya terjadi sekali atau dua kali, sudah banyak ribuan kasus yang berkembang karena terinspirasi dan terobsesi oleh postingan yang ada. Apalagi ketika sudah membahas link pemersatu bangsa. Duh, ya…

Lalu bagaimana caranya kita mengakhiri kekhawatiran-kekhawatiran yang akan terjadi untuk generasi kita mendatang? Menyelamatkan anak-anak perempuan kita untuk tidak tergoda membuat konten-konten sensual, menyelamatkan para wanita dari tindakan kekerasan dan pelecehan seksual akibat tontonan yang tidak dapat lagi kita bendung. Lantas kita sebagai pemangku masa depan mesti ngapain lagi?

Ghodul bashor aja gimana kang?

Itu hal yang fundamental, setiap orang wajib menjaga pandangannya

Tapi jaga mata tidak cukup loh kang, kita mesti jaga jari kita supaya tidak sembarang klik video-video ukhti lagi

Betul, para konten ukhti memang menggoda pisan. Kalo sudah bisa ghodul bashor, ghodul yadd ada yang lebih penting lagi

Apa itu Kang?

Ghodut thoir hahaha

HAHAHA..!!!*  (Penulis: Ikfini Vidi)

*Penempatan kata Ghodul Yadd atau Ghodut Thoir secara bahasa Arab kurang tepat, ini hanya lucu-lucuan saja..

- Ghodul yadd (menjaga tangan), Ghodul thoir (menjaga burung)

Baca juga : Elon Musk, Twitter dan Konten 'Anu' 

No comments

Powered by Blogger.