Cara Meredam Konflik Pasca Pilwu

 

Pertarungan politik pilwu resmi berakhir, namun residu konflik masih tetap membara diantara masyarakat. Gesekan antara kubu pemenang dan kalah masih belum selesai. Inipun menjadi keprihatinan ketika konflik itu justru malah merugikan masyarakat sendiri baik secara materiil atau non materiil.



Langkah pencegahaan sebenarnya sudah dilaksankan jauh hari salah satu contohnya yakni deklarasi pilwu damai yang di hadiri oleh bupati Indramayu, dinas-dinas terkait dan juga seluruh calon kuwu se Indramayu. Toh, secara global pelaksanaan pilwu serentak yang dilaksankan di 171 desa se-Indramayu terbilang lancar dan kondusif. Dalam menghadapi gesekan dan konflik pasca pemilu ada beberapa opsi pilihan yang diambil para pemangku kebijakan maupun masyarakat, diantaranya adalah:

Untuk Pemerintahan

Pertama, menegakkan keadilan. Amanah konstitusi sudah jelas bahwa menegakkan keadilan bagi setiap masyarakat adalah mutlak. Jika pemerintahan baru masih memandang eks lawan politik atau pendukungnya sebagai musuh sangat sulit sekali menegakkan keadilan, yang terjadi adalah keributan tiada henti. Perasaan saling curiga dan permusuhan akan terus membara sebagai mana ketika masa kampanye politik masih berjalan, pemerintah yang dilantik harus pintar melayani masyarakat agar citra mereka baik dimata semua rakyat desa baik kawan atau lawan politiknya.

Kedua, konsolidasi politik. Antara calon kuwu pemenang dan kalah mengadakan pertemuan khusus yang diinisiasi pihak panitia pilwu atau pemdes, dengan mempertemukan semua kubu dalam saru forum mampu mencairkan suhu politik yang terlanjur panas. Selain mengdakan pertemuan, strategi untuk  melanggengkan perdamaian adalah dengan memberikan kesempatan kursi jabatan kepada pihak yang kalah agar terjadi keseimbangan, atau memang jika menolak pihak yang kalah tetap menjadi kritikus kebijakan pemerintah sebagi penyeimbang secara politis.

Ketiga, Musyawarah bersama. Apapun keputusan selalu berpangku pada mufakat bersama semua elemen masyarakat terkait, termasuk dalam memutuskan gelar perkara keributan dan kerusuhan pasca pemilihan. Jika yang terjadi adalah tindakan kekuatan masa atau people power, kerusuhan dan kerusakan harus segera diminimalisir dengan jalan musyawarah.

Untuk Masyarakat

Pertama, Ingat Tali Persaudaraan. Secara tidak sadar masyarakat desa merupakan satu rumpun keturunan yang saling berkait, tentu ikatan persaudaraan ini bukan hanya ditilik secara masyarakat saja namun juga ikatan darah secara langsung. Keributan dan keriuhan yang terjadi merupakan perang saudara yang harus segera diakhiri.

Kedua, Budaya Saling Sapa-Salam Tetap Ada. Perasaan menyakiti tanpa disadari terlontar dari masyarakat yang beradu, efeknya adalah hilang rasa saling salam dan sapa karena berbeda pilihan, sudah saatnya masyarakat sadar bahwa keributan justru malah menjerumuskan mereka sendiri pada permusuhan abadi, sedangkan tegur sapa dan salam adalah penghapus pertama untuk mencairkan suasana.

Ketiga, Kita Butuh Tetangga dan Saudara. Ketika kita mengamali satu musibah maka tetangga dan saudara kita adalah orang yang pertama kali menolong kita, namun setelah pilwu berlalu jangan sampai hal seperti ini tiba-tiba hilang. Masyarakat yang cerdas tentu mendahulukan kemaslahatan saling tolong menolong daripada mengabadikan permusuhan pilwu yang telah berakhir.

Sebuah desa dikatakan memiliki peradaban maju ketika akal sehat lebih diutamakan dari emosi sesaat, pemilihan kuwu telah berakhir dengan munculnya pemerintahan baru ataupun petahana yang kuat bertengger maju. Kemajuan desa selalu bergantung pada masyarakat itu sendiri lalu disokong oleh sistem pemerintah yang baik, bersih dan juga menjalankan amanah UUD dan Pancasila yang ada. (Penulis: Ikfini Vidi)

Reaksi:

Post a Comment

0 Comments