Oleh: Ismi Fauziyah*
Cinta. Mungkin bagi sebagian orang kata cinta menjadi sebuah
keindahan tak terurai. Namun, tak urung pula bila ada yang menafikan cinta
dengan awal penderitaan. Semua insan memiliki persepsi yang berbeda akan makna
dari sebuah kata bahkan kalimat yang sekalipun hanya berbeda tanda baca.
Yang maha pencipta selalu memberi cinta di setiap jengkal
nafas memburu. Namun, dalam prosesnya lah cinta itu kan terbentuk menjadi suci
atau terlahir nista.
Aku tak memungkiri bila memuji keindahan salah satu ciptaan_Nya.
Bila kusebut bidadari mungkinlah sejalan dengan logika. Karna aku memandangnya
dengan hati berdecak kagum. Dia yang kulihat tak lebih dari kata indah. Aku tak
menyetarakannya dengan apapun. Karna tak ada sesuatu yang berperihal sama. Aku jatuh cinta.
Aku mengenalnya tak lebih dari sosok yang ku amati dalam
jarak jauh. Sepupuku yang berkawan dengannya dan dari sepupu kulah aku tahu
tentangnya. Berusaha untuk masuk lebih dalam mengetahui sosok indahnya, tercapai
tepat pada 14 September 2016. Dari sanalah aku memulai segalanya. Mengukir tawanya
dalam sanubari, merekam setiap jengkal lekuk sabitnya dalam memori, nan
menciptakan segala kisah indah dalam diri.
Namun, ketika aku merangsek masuk dalam kehidupannya hatiku seperti
tersayat sembilu berkeruh madu. Dibalik kelincahan nan lekuk sabitnya, menutupi
banyak kerapuhan bagai besi yang berkarat tetap kokoh berdiri. Tak sekalipun
dia meratap keluh nan kesah akan deritanya. Dia seolah mampu meyakinkan orang
sekitar akan kemampuannya untuk bertahan.
Saat aku terpisah akan jarak nya yang jauh tak setempat, aku
merasa berat bagai pohon rindang tak terurus. Namun aku menyempatkan untuk
sesekali menatap wajahnya meski tak berkenan lama.
Ah, aku lupa mengenalkannya. Nama bidadari kecilku, Dini
Fajriyaturrohmah.
Mataku tak berkedip melihat semangat hidupnya. Ketika dia
mulai rentan sakit karna imun nya yang rendah, dia tak pantang menyerah untuk
melawan sakitnya. Dikala usai masa SMA nya, dia kukuh melanjutkan pengembaraan pengetahuan
nya. Ketika aku dan orang tuanya melarang untuk kebaikannya,
jawabannya hanyalah seulas senyum yang indah beriring kata "Dini gamau
berhenti mah. Sayang, waktu dini nanti sia-sia mah."(Baca Juga: Allah Menyapamu Bunda)
Betapa kasih bundanya akan putri manjanya, menjadikan untuk berikan
izin pada sang putri tercinta. 10 hari menapaki dunia perkuliahan di IAIN SYEKH NURJATI
CIREBON dan 10 hari pulalah dia menjajaki asrama barunya AN-NIDHOM. Namun, Allah
lebih sayang dari pada orang yang berada disisi-Nya. Allah menguji kelembutan hatinya, keluar masuk rumah sakit
tanpa pandang waktu. Berdasarkan hasil diagnosa dokter, komplikasilah yang dia
alami.
Dini Tenanglah Bersama Allah |
Aku tak mengira bahwa motivator ku terbaring berkali-kali
dalam ruang serba putih beraroma obat menyengat. Tak dapat yang banyak
kulakukan selain berdoa memohon kasih_Nya untuk sepotong hati yang tengah berjuang
melawan lukanya.
*Penulis Merupakan Teman Sekelas Al-Marhumah, Mahasiswi IAIN Cirebon Jurusan Matematika Kelas 1/B
1 Comments
PADA AKHIRNYA, SEMUA KEMBALI KEPADA SANG PEMILIK ALAM ... اللهم اغفر لها وعافها واعف عنها ....... tanpa bujukan, air mata sempat memaksa keluar disepanjang bacaan ini. Sukses Kak Vidi, Tabah Kak Sidiq>> ^_^ Dini, InsyaAllah ceria disisi-Nya.
ReplyDeleteAl Fatihah