¼ Hidup Najwa


Oleh: Finzie
Untuk kesekian kalinya sahabat baikku Laela menangis, dia nangis gara-gara jatuh saat mau ngambil wudhu .Entahlah aku harus berbuat apalagi untuk meredakan tangisannya, aku bingung dia itu orangnya cengeng banget.
Sudahlah Laela lupakan kajadian tadi, kita sholat ashar yuuks...!!”Bujukku sambil tersenyum menarik –narik tangan Laela
Nggaak....! Pokoknya nggak! Laela belum bisa lupain kejadian itu Naj..”Bentak Laela dan menepis tanganku     
Yowis, ayo kita sholat ashar berjamaah nanti mbak Reni gobreg kita bisa mampus kena omelannya lho”bujukku lagi dengan nada mengancam
Iya deh, udah sekarang Laela nggak nangis lagi “Jawab Laela sambil mengusap mata dengan lengan bajunya.
            Apa yang tadi aku bicarakan jadi kenyataan,tiba –tiba saja mbak Reni merangsek masuk kedalam kamar dan mulai berteriak-teriak.
“LAELA, NAJWA...! Ngapain kalian masih disini, cepat sholat jamaah ashar sana....!!” teriak mbak Reni dengan nada tinggi
Enggih, mbak” Jawab kami
****
Sehabis sholat ashar seperti rutinitas di pesantrenku adalah mengaji sorogan. Sore ini, mbak Reni sedang mengajar kitab akhlaq. Sebenarnya aku agak malu hadir ,gara-gara peristiwa sebelum sholat tadi jadi bahan gunjingan-gunjingan renyah para gosipers -istilah aku menyebut mereka yang suka menggosi-Mereka menatapku dengan tatapan yang amat sinis, mereka menempelkan telapak tangan sambil saling berbisik.
            “Nulisnya udah..?” Tanya mbak Reni sambil menaruh kapur diatas mejanya.
            “Dereng sampun mbakSahut kami serempak
            “Tolong bangunin santri-santri yang lagi ngantuk, ada sesuatu yang penting akan saya jelaskan kepada kalian semua” Perintah mbak Reni dengan raut muka serius.
            “Laela, Laelaa banguun....” lirihku reflek menyiku tubuh Laela yang dari tadi emang tidur pulas
            “Emmmmhh....Emangnya ada apa sih Naj” Balas Laela sambil masih mengusap-usap matanya
             “Itu tuh mbak Reni kayaknya marah.”Jawabku
            “Ops...!”Laela seketika menutup mulutnya.
Kemudian mbak Reni menyuruh kami untuk berhenti menulis, entah apa yang akan dia terangkan yang jelas membuat hati ini berguncang keras.
            “Pesantren adalah salah lembaga pendidikan yang berbasis agama IslamMbak Reni membuka obrolanya.
            “Dulu, alumnus pesantren pasti mereka itu orang –orang yang cerdas dan hebat, coba kalian bandingkan dengan kondisi santri dizaman sekarang, pasti sangatlah jauh berbeda dengan kualitas santri dulu”Lanjut mbak Reni
            “Beda? Apanya yang beda? Santri dulu dan sekarang kan masih sama. Sama-sama masih ngaji kitab kuning koq”Tanyaku dalam hati
            “Bukanny pendidikan kita masih sama kaya dulu mbak?”Seloroh Laela dengan suara cemprengnya
            “Sistem pendidikan kita dari dulu emang masih sama. Namun, yang merusak kualitas santri di zaman sekarang itu  adalah dengan adanya sistem pendidikan sekolah formal.”mbak Reni menjawab pertanyaan Laela dengan wajah dingin.
            “Apa!? Sekolah formal?”Seketika semua santri terperanjat kaget. Sejurus kemudian datanglah ribuan pernyataan protes kepada mbak Reni, aku juga engga ketinggalan protes malahan akulah yang paling vokal.
“BRAAAK...!! Udah semuanya diaaam...!!!”Bentak mbak Reni membanting telapak tangannya di atas meja guru.
Ini bukan menyangkut masalah formal atau tidak,yang saya permasalahkan akhlaq kalian di sekolahlah yang merusak citra kesantrian kalian!”Sewot mbak Reni, kemudian dia melanjutkan keterangannya dan memaparkan semua kesalahan dan kekurangan kami selaku santri yang bersekolah formal. Sebenarnya dalam benakku berontak dan engga terima dengan perkataan mbak Reni yang seolah-olah menghakimi kami.
Kalian ini perempuan pilihan, seharusnya kalian harus bisa menjaga ucapan dan tindakan kalian ketika disekolah. Kalian harus ingat esensi dan tujuan kalian datang di pondok pesantren ini, inti dari semua ini kalian harus mempunyai rasa malu, malu kepada diri sendiri dan harus lebih malu kepada Allah.”Perlahan mbak Reni menurunkan nada bicaranya.
            Ruang kelas hanya terdengar suara detik jam dinding yang melekat di atas papan tulis. semua santri tertunduk lesu tak terkecuali Laela, dia malah sesenggukan.
“Kamu kenapa?” Tanya ku
Eggak apa-apa koq Naj, Laela Cuma ngerasa bersalah dan berdosa. Selama ini Laela keseringan menggoda santri putra yang menjenguk saudarinya di sini ,aku malu dengan diriku ini apa lagi dengan gusti Allah.”Jawab Laela, kulihat air membasahi lesung pipinya.
CETTAAR...!!!
Seketika hatiku meluruh mendengar jawaban dia, meskipun dia bukan  santri yang sekolah formal, namun ucapannya seperti orang yang berpendidikan tinggi, lain denganku.
*****
           Bel tanda habisnya pengajian sorogan berdering. Semua santri berhamburan keluar kelas, kulihat Laela masih mengusap-usap matanya dengan kerudung biru yang ia kenakan, ucapannya masih terngiang-ngiang di otak kananku, sejujurnya aku iri dengan Laela.                                           
            Rembulan perlahan merona, hingar bingar keramaian pesantren mulai meredup, kulihat jam dinding yang melekat erat di atas tumpukan lemari, pukul:01:25, sudah larut malam. Namun mata ini ogah di ajak kompromi. Kurebahkan tubuh ini di atas hamparan sajadah merah tua, ku ganjal kepalaku dengan bantal yang agak lusuh. Aku berusaha mencari posisi yang nyaman buat tidur, namun hasilnya nihil. Lalu aku mengingat-ingat pengajian mbak Reni tadi sore. Tiba-tiba saja aku tersentak kaget ,kurasakan nyeri di hati ini. Abah dan ummi. Ya, aku ingat waktu liburan Maulud kemarin. Sempat aku bertengkar dengan mereka. Aku menolak perintah dan nasihat meraka. Abah dan umi menasihati aku supaya lulus sekolah nanti ,aku tetap mesantren.
Pokoknya Najwa pengen kuliah di bandung, TITIK...!”Bentakku kala itu .
            Kulihat wajah kecewa abah dan ummi, semua saran yang mereka berikan pada ku di tolak mentah-mentah. kurasakan sesuatu mengalir hangat dari kedua kelopak mata, malam ini Aku menangis sejadi-jadinya, kulepaskan semua sesalku dalam doa dan sujud malamku, sampai pada akhirnya aku tertidur pulas dalam tangisan dan rasa sakit yang amat membebaniku.
            Adzan shubuh menggema di pelosok pesantren ini. Mentari pagi sudah bersiap di peraduannya akan menyinari hati setiap hamba-Nya. Pagi itu tak seperti biasaya Laela berlari tergesa-gesa dan memangilku
            “Najwa–Najwaaa...!!! Ada ummi dan abah tuh”Teriak Laela dengan ngos-ngosan
            APA..? Abah dan ummi tumben mereka dateng ke sini pagi-pagi sekali. Tanpa pikir panjang aku langsung menemui mereka.Ummi menyambutku dengan senyumannya yang khas,dan akupun menangis sambil memeluk beliau  erat-erat, abah terkekeh geli melihat perubahanku. Kemudian aku ceritakan penyesalanku malam inipada mereka.Sementara itu kulihat Laela bersandar di depan pintu masuk pesantren sambil tersenyum bahagia, kubatalkan rencana kuliahku ke Bandung. Babakan, aku akan habiskan seperempat hidupku disini, tekadku dalam hati.
                                                                                                           
*Tulisan cerpen pertama penulis yang dipublikasi oleh Majalah Salafuna(April 2013) dengan sedikit perubahan yang disesuaikan                     




Reaksi:

Post a Comment

0 Comments