Oleh: Finzie
Aneh. Sore ini ada yang ganjil dengan sikap para santri, tak seperti
biasanya mereka berkerumun didepan papan pengumuman asrama, seketika itu juga aku
ikut-ikutan dengan sikap aneh mereka.
“Punten, geser sedikit
sih mbak.” Aku menyela diantara tubuh-tubuh santri yang melekat kuat didepan
papan pengumuman itu.
“Sabar dikit sih
mbak, liat tuh! Ada nama
sampean ngga “ Jawab
mbak Sholihah
yang merasa terganggu dengan tingkahku.
Akhirnya
setelah menyelap-nyelip cukup lama, Aku berhasil berada tepat didepan papan itu. Dengan sejuta tanya, Aku membaca
dengan sangat teliti tulisan apa yang terpampang jelas sangat mengerikan!
“BERIKUT INI ADALAH NAMA-NAMA
SANTRI YANG DIPULANGKAN DARI PONDOK PESANTREN”
Huft...!!!
Membaca Lead kalimatnya aja udah bikin tubuh gemetaran, apalagi membaca kelanjutan isi
pengumuman itu. Dengan cermat pula aku terus membaca satu –persatu nama-nama yang
tak begitu asing ditelinga, apa mungkin karena nama-nama itu sering sekali
dipanggil ke kantor atau memang saking terkenalnya? Ah, Cuma kemungkinanku saja bisiku dalam hati.
Tapi
kemudian faktanya, banyak santri malah bersikap dingin dan acuh tak acuh setelah mereka telah
membaca dan mengetahui isi dari kertas itu. Mereka beranggapan “inikan akibat
ulah mereka sendiri yang sering banget melanggar peraturan-peraturan pondok. Ah
, biarin aja deh hukum sebab-akibat selalu berlaku!” .
Dan
apa yang terjadi setelah semua santri dipondok ini membaca pengumuman tadi? Ya, gosip dan fitnah menyebar luas layaknya. Dengan
sedikit perasaan kurang ngeh, aku hanya mendengarkan saja omongan dan
ocehan mereka.
“Eh, tahu ngga
mbak, si Mila itu orangnya doyan pacaran. Disekolah aja dia udah gonta-ganti 3 kali. Iya, 3 orang
laki-laki dia pernah embat. Gila tuh orang”
“Ih tiga kali dia pernah nikung..!!? Apa dia ngga
pernah niat mondok apa! Dasar
santri ngga niat nyantri“
What....!?
Apa aku ngga
salah denger atau ini hanya fitnah belaka?
”Huh! Dasar gerombolan
tukang gosip.” Dengusku dalam hati
Obrolan-obrolan
itu terus memanas hingga larut malam. Setelah ba’da isya dan semua kegiatan pondok
telah usai, malam ini aku mencoba membuka kitab-kitab lama yang telah berdebu dalam
kardus yang berada tepat di atas lemariku. Sambil terus mengacak-ngacak tulisan
lamaku yang tak pernah ku jamah, lagi-lagi mereka yang tak punya kegiatan,
kembali membuat sensasi ghibah dan fitnah.
“Alasan
Rina tuk berpacaran katanya sih buat penyemangat belajar, dan yang lebih
parahnya lagi menurut keterangan mbak Nisa, ia sering banget ketemuan dan
berdua-duan disekolahnya sambil pegang-pegangan tangan lagi, waduuh pantes dia
dipecat dari pondok”
“Astaghfirullah.....!
Naudzubillah min dzalik, yang bener sih mbak ?” Jawab gerombolan itu serempak.
“Iya, kata temen
mbak Nisa sih kaya gitu, masa sih kalian ngga percaya. Mbak Nisa itu kan salah
satu keamanan pondok kita.”
“Ooowh...iya, iya...” Jawab mereka lagi sambil manggut-
mangut.
Masya
Allah! Sedari
tadi yang dibahas pacaran melulu, bisa-bisa aku gila denger ceramah
mereka. Kenapa sih pacaran itu jadi alasan tuk saling tukar curahan hati atau
buat penyemangat diri, bukankah masih banyak alternatif lain. Bagaimanapun juga
yang namanya pacaran itu haram, entah itu pacaran ala orang barat, timur,
selatan ataupun utara. Atau ada yang paling parah lagi, pacaran islami! Sejak kapankah Islam
menghalalkan pacaran, Hah..!?.
Malam
semakin larut, bintang-gemintang kini dapat menikmati malam dengan tenang.
Satu-persatu dari mereka yang suka menggunjing mulai tumbang kelelahan.
Alhamdulillah asrama terasa sepi dan nyaman.
“Sendirian aja
mbak…” Tiba-tiba aja
sapaan Mba Yasmin
mengagetkanku.
“Eh, iya nih mbak Min, maklum aku
lagi iseng buka kitab-kita dulu”Jawabku grogi.
Kemudian Mbak Yasmin duduk
disampingku dan terus memperhatikan tingkahku, merasa ada yang aneh dengan
sikapnya aku mencoba bertanya padanya, tapi dia keburu membuka obrolannya
padaku.
“Punya waktu ngga
buat sharing mbak ..?” Dia
bertanya agak malu
“Hmm...punya, emang mau berbagi
cerita apa nih mbak min “
“Sebelumnya Yasmin minta maaf
udah ganggu mbak lagi belajar” Pintanya
“Iya, ngga apa-apa
mbak, ayo ceritain dong. Emangnya mbak Mimin punya
masalah apa ?” Aku berusaha tersenyum dan meyakinkan
perasaanya.
“Jadi begini
mbak...........”
Mbak Yasmin banyak
menceritakan masalah-masalah yang ia alami saat ini, dan yang membuat
hatiku miris dan teriris adalah ketika ia menceritakan usahanya yang gagal
mencegah Maesaroh untuk tidak dikeluarkan dari pondok ini.
“Padahal Yasmin
udah nangis-nangis didepan Ibu dan para pengurus itu, suapaya Maesaroh engga dikeluarkan
dari sini, tapi tetep aja mbak, para pengurus itu ngotot Maesaroh harus dikeluarkan dari pondok ini
karena ia telah mencemarkan nama baik pondok pesantren ini.” Ketika mbak Yasmin
menceritakan semuanya
kurasakan sesak yang sama dengan dia.
“Walaupun Maesaroh
itu sahabatku, dia udah Yasmin anggap sebagai kakak kandungku sendiri mbak, dan
Yasmin sangat menyesal tidak mampu menghalau dia agar jangan terlalu sering
melanggar peratutan pondok.” Lanjut Yasmin terbata-bata.
Seketika itu
juga aku terbawa suasana, kami berdua sama- sama terisak. Kami saling
berangkulan untuk melepas
semua emosi yang tak bisa
kami tutupi. Malam yang penuh bintang-gemintang kini malah berkabut, sang putri
malam tertutup tebalnya awan hitam dan seketika itu datanglah hujan. (Baca Juga: C-130 Hercules)
Mentari pagi
menampakkan sekilas wajahnya dari timur. Kegiatan ba’da shubuh pun terpaksa aku
jalani dengan mata yang masih agak ngantuk, sekali saja mata ini terpejam maka
para pengurus itu akan menta’zirku dengan kejam. Memang semuanya mengakui
peraturan pondok yang aku tinggali amatlah ketat, mulai dari hal-hal yang kecil
sampai peraturan dan hukuman yang besar akan menanti kami jika kami masih tetep
badeg melanggarnya. Aneh, bagi sebagian orang yang tak mengerti tentang
dunia pesantren menilai peraturan yang dibuat tidak manusiawi dan tak masuk
akal, mulai dari larangan membawa dan bermain barang elektronik,memakai pakaian
yang minim, bandungan dan larangan berinteraksi dengan lawan jenis, dan
sebagainya.
Dan ada satu hal
yang kami tidak sukai dari para pengurus itu sendiri yaitu seringnya mereka
berbuat semena-mena sesuai kehendak hatinya sendiri.”Huh dasar ngga manusiawi..!”
Tapi, sikap itu hanya sebagian kecil saja dari mereka,
kebanyakan dari mereka kini telah
menggunakan hatinya, termasuk mbak Ayu dialah panutanku saat ini.
Pagi yang indah.
Ya, kulihat seraut wajah remaja-remaja
SLTP sedang bermain kejar-kejaran didepan gerbang sekolahnya, lihatlah,
wajah mereka yang masih polos dibalut kerudung putih menyiratkan kecantikan
seorang remaja,anggun, menarik dan menawan bagi siapa saja yang melihatnya.
Langkahku di
pagi ini penuh dengan warna, layaknya pelangi yang tak pernah bosan ku pandangi.
Setelah suara murottal surat Yasin itu berakhir, aku dan seluruh siswa disekolah ini
harus menjalani tugas sebagai pelajar. Setelah enam jam lebih kami belajar, kami semua harus
pulang. Tapi untuk saat ini aku sengaja untuk pulang agak terlambat dari jam
biasanya, maklumlah karena hari ini aku kebagian jadwal piket kelas.
“Nyapu beres, ngelap kaca beres! semuanya bersih, oke dah saatnya
cuci tangan. Mbak Ani aku mau ketoilet dulu yaa..” Ucapku pada Ani
yang sama-sama terkena jadwal piket bersamaku.
“Yoi mbak, nanti
Ani nyusul” Jawabnya
santai
Ku bawa kaki ini
menuju kamar mandi yang letaknya agak jauh dari kelasku, toilet itu berada
tepat dibawah gedung berlantai dua yang berada dipojok barat sekolah ini.
Sambil terus menggosok-gosok kedua telapak tanganku, tiba-tiba terdengar suara
gelak tawa yang tak asing lagi ditelinga ini. “Ah, mungkinkah dia?”. Dengan sejuta
penasaran aku telusuri suara itu yang kedengarannya dari lantai atas dari
gedung itu.
Perlahan aku tapaki anak tangga satu persatu, ketika sampai di ujung tangga suara
itu menghilang, hal ini pula membuat rasa penasaranku menjadi-jadi. Dengan
sangat hati-hati aku melihat lingkungan sekitar bangunan itu yang kelihatanya
sudah tak ada lagi orang. Namun , tiba-tiba mataku terbelalak dan jantungku
terasa terhenti sesaat. Aku melihat
sesosok laki-laki dan perempuan yang sedang asyik berdua-duan dipojok kelas
sana, aku mencoba memastikan pandanganku apakah benar itu adalah dia?
“MBAK AYUU...!” Sepertinya aku
tak percaya dengan apa yang terjadi dihadapanku saat ini. Aku segera membuang
muka dan membungkam mulutku dengan kedua telapak tangan ini erat-erat, air mata
ini tak kuasa aku
bendung lagi. Dengan terus melangkah pergi aku sangat kecewa dengan yang
terjadi kini didepan mataku. Mbak Ayu, sosok yang ku kagumi dipondok dan sosok
pengurus yang aku tiru
tingkah lakunya, kini pupus sudah menjadi sosok yang aku benci
kehadirannya.
0 Comments